Kesehatan Mental Remaja di Sekolah

posted on 31/05/2013

Masa-masa remaja adalah masa perkembangan paling kritis bagi pertumbuhan individu. Di masa ini, identitas dan konsep diri akan terbentuk dan dibawa hingga dewasa. Sekolah, sebagai tempat dimana remaja banyak membuang waktunya juga bisa jadi menyediakan banyaknya tekanan yang berakhir ke permasalahan kejiwaan seorang remaja.

 

Kesehatan mental sendiri bukan hanya sekadar tidak hadirnya gangguan kejiwaan dalam dirimu, tapi juga kepada kemampuanmu untuk bisa mengatasi stres dan masalah dalam hidupmu. Jika tidak dipedulikan, kesehatan mental yang terganggu akan berakhir kepada permasalahan belajar, perkembangan, kepribadian, gangguan dalam berhubungan dan masalah kesehatan fisik.

 

Kesehatan jiwa/kesehatan mental sendiri masih jarang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat kebanyakan masih berfokus kepada permasalahan kesehatan fisik belaka. Padahal nih Sahabat GueTau, asumsi jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) se-Indonesia telah mencapai 1 juta orang. Diduga, pada tahun 2007, 14,1% penghuni Jakarta memiliki gangguan jiwa dan angka ini semakin meningkat. Sementara itu, di tahun 2013 ini, 22% penduduk Jawa Barat telah mengalami gangguan jiwa ringan.

 

Tren peningkatan jumlah penghuni panti untuk ODGJ pun mulai menanjak. Penghuni Panti Harapan Sentosa 2 Sosial Bina Laras yang menangani pasien ganggungan jiwa di Jakarta Timur, setiap bulannya meningkat 5-10%. Penulis sendiri menemukan terdapat setidaknya 20 kasus bunuh diri yang dilakukan oleh pelajar dari berbagai daerah dengan rentang usia 15-18 tahun sepanjang Januari-Mei ini.

Dengan keadaan yang memprihatinkan seperti ini, bagaimana dengan akses pelayanan kesehatan mental? Sangat banyak kasus gangguan jiwa, namun disinyalir ruang perawatan yang tersedia hanya 90.000 tempat di Indonesia. Sangat sedikit juga psikolog klinis yang telah diletakkan di PKM lokal setempat.

 

Menurut perkiraan dari US Surgeon General, setidaknya 1 dari 5 orang anak dan remaja akan mengalami masalah kejiwaan yang cukup berat di masa sekolah mereka. Beberapa masalah kejiwaan ini lebih serius daripada yang lain, tapi semuanya tentunya berdampak kepada perilaku dan pembelajaran mereka di sekolah. Beberapa masalah kejiwaan yang dialami remaja usia sekolah ini di antaranya adalah stres dan kecemasan, khawatir menjadi target bullying, masalah dengan keluarga dan teman, kesepian atau penolakan, disabilities, depresi, tindakan melukai diri sendiri ataupun orang lain, masalah terkait seksualitas (orientasi seksual yang berbeda dari kebanyakan, tuntutan body image yang bisa terkait dengan diet berlebihan, anoreksia ataupun bulimia, KTD, masa pertama pubertas dan pacaran, dll), masalah akademis, hingga penyalahgunaan zat adiktif.

Lalu, apa yang bisa dilakukan pihak sekolah untuk menjaga kesehatan mental di sekolah bagi anak didiknya yang masih berusia remaja?

Salah satu solusinya adalah dengan menanamkan kurikulum untuk kesehatan mental.

Di dalam kurikulum ini, pelajar remaja sesuai dengan umur perkembangan dan kemampuan kognitifnya, akan diajarkan bagaimana mengenali penyebab dan gejala gangguan jiwa yang biasa muncul di masa kanak-kanak dan remaja, stigma apa saja yang terjadi pada ODGJ sehingga menghambat langkah mereka untuk pergi ke ahli kesehatan mental, dan bagaimana cara menghadapi gangguan jiwa ini. Guru dan murid saling berinteraksi dan membicarakan kesehatan jiwa dan gangguan mental dalam cara yang suportif dan tidak memperkuat stigma negatif yang ada. Guru juga berfungsi untuk menciptakan lingkungan yang familiar sehingga memungkinkan siswanya untuk merasa aman, menanyakan pertanyaan, mendapatkan pengetahuan, melawan stigma dan membentuk opini pribadi mereka mengenai dunia sekitar mereka.

Isu seperti seksualitas, keberagaman, manajemen waktu dan keuangan, pembelajaran yang efektif bagi masing-masing individu, kepercayaan diri, tekanan teman sebaya, bullying, kekerasan, bunuh diri, hingga penyalahgunaan obat pun menjadi cakupan bahasan dari kurikulum pendidikan kesehatan mental bagi remaja yang dikemas semenarik mungkin. Kemampuan mengatasi stres dan pembentukan konsep diri siswa yang positif pun turut ditingkatkan melalui kurikulum kesehatan mental ini.

Melihat adanya kebutuhan yang tinggi dan meningkat belakangan ini, semoga saja ya kurikulum pendidikan kesehatan mental ini bisa diterapkan dengan segera di Indonesia. Agar Sahabat GueTau bukan hanya sekedar sehat fisik, tapi juga sehat jiwa raga.

 

Ditulis Oleh: Benny Prawira, kontributor GueTau.com

 

related post

6 Keuntungan Ikut Organisasi Sekolah Atau Kampus

posted on 24/02/2017

  “Musim seleksi penerimaan siswa dan mahasiswa baru sudah dekat. Apa rencanamu di sekolah atau kampus baru?” Sahabat GueTa

Kekerasan Seksual di Sekolah: Sebuah Ancaman Nyata

posted on 09/04/2015

“Semua orang beresiko mengalami kekerasan seksual. Yang penting, lakukan tindakan pencegahan. Dan segera laporkan peristiwa kekerasan seks

Bersama Ciptakan Sekolah Ramah LGBT!

posted on 21/05/2014

Terlepas dari pro dan kontra LGBT di Indonesia, GueTau ingin memberikan informasi terkait sekolah ramah LGBT di Hari Pendidikan Nasional yan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *