Persyaratan bebas LGBT untuk masuk Universitas Andalas
“Pendidikan adalah hak segala bangsa.” Universitas Andalas mengeluarkan persyaratan yang mengundang kontroversi. Agar seserang b
“Pernikahan itu akan terasa seperti neraka apabila menikah dengan orang yang sama sekali tidak kita cintai”.
Mungkin pernikahan bagi pasangan heteroseksual (berbeda jenis kelamin) merupakan jenjang yang lebih tinggi dari sekedar hubungan pacaran. Namun pernikahan secara heteroseksual yang juga dialami oleh komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) merupakan cobaan yang cukup berat bagi mereka. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang berpikir untuk mengakhiri hidupnya daripada harus hidup dengan seseorang yang sama sekali tidak dicintainya.
Banyak dari kawan-kawan LGBT yang sering ditanya “kapan nikah?” Pertanyaan ini sebenarnya bagi agak menyakitkan daripada diolok-olok atau bahkan dihina karena sikap atupun prilaku mereka. Gara-gara pandangan miring masyarakat soal gay, laki-laki gay terpaksa menikahi seorang perempuan untuk status. Selain itu, banyak juga keluarga yang menikah paksakan anggota keluarganya yang didapati sebagai LGBT. Hal ini dikarenakan anggapan yang salah bahwa jika seorang LGBT bisa ‘sembuh’ atau kembali menjadi heteroseksual lewat pernikahan dengan lawan jenis kelamin.
Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa), homoseksulitas tidak lagi dikategorikan sebagai gangguan jiwa atau penyimpangan seksual. Bahkan istilah homoseksualitas sebagai orientasi seksual menyimpang itu tidak tepat dan menyesatkan karena memberi dampak negatif seperti stigmatisasi, pengucilan oleh masyarakat yang kurang mendapat informasi yang benar. Hal ini disampaikan oleh dr. Lukas Mangindaan, SPKJ dari Fakultas Kedokteran Universitas dr Lukas mangindaan, SPKJ dalam seminar nasional “Seksualitas yang ditabukan: Tantangan Keberagaman”.
Dikatakan juga oleh dr. Lukas bahwa penghapusan homoseksualitas sebagai gangguan jiwa merupakan keputusan dari Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada 17 Mei 1990 dan sudah dicantumkan Depkes RI dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi 1983 (PPDGJ II) dan (PPDGJ III) pada 1993.
Jadi sudah terbukti bahwa homoseksual bukan gangguan jiwa atau mental yang harus disembuhkan dengan berbagai cara apapun ya Sahabat GueTau. Nah kalau kalian masih ada pertanyaan seputar hal ini, silakan e-mail ke [email protected].
Referensi: