
Sudah menjelang akhir tahun, kira-kira apa saja yang sudah terjadi di dalam hidupmu sepanjang tahun ini? Senang, sedih, kecewa, sukses, bangga, malu, dan segala macam perasaan telah kamu lalui tentunya. Hidup bagaikan roda yang terus bergerak tapi di dalam perputaran naik-turun ini, seberapa sering kita bersyukur untuk hal-hal kecil?
Di dalam kehidupan sehari-hari yang “berjalan normal” atau “baik-baik saja” sekalipun, bisa jadi kita malah jarang bersyukur. Ada banyak hal yang kita miliki dan dikeluhkan dari hidup kita, bahkan di saat hal-hal tersebut tidak sepatutnya untuk dikeluhkan. Ada banyak hal pula yang belum kita miliki tapi tidak dapat diraih sepanjang tahun ini menjadi salah satu sumber keluhan yang ada.
Banyak orang bilang bahwa kita harus bersyukur karena kita tidak mengalami nasib yang lebih buruk. Tapi, apakah ini benar-benar bentuk syukur yang sesungguhnya? I don’t think so. Bagi saya, ini justru pernyataan yang terkesan tidak empatis, kita seolah-olah diajarkan secara tidak langsung untuk bersenang-senang melihat penderitaan orang lain. Selain itu, bukan tidak mungkin kalau orang yang dipersepsikan sebagai orang yang lebih menderita itu justru memiliki apa yang sesungguhnya kita inginkan dalam beberapa aspek.
Bersyukur tidaklah terjadi dengan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Sangat mungkin bahwa kamu merasa lebih beruntung karena memiliki apa yang tidak dimiliki orang lain, tapi kamu juga harus menghargai apa yang kamu punya agar bisa sungguh-sungguh merasakan syukur di dalam hidupmu (Korb, 2012). Hanya menyadari kamu memiliki sesuatu tanpa menghargainya, tidak serta-merta membuatmu menikmati apa yang ada di dalam hidupmu. Ambil saja contoh seorang ibu yang memiliki banyak anak, dia malah menginginkan anak yang lebih sedikit dan merasa iri di saat melihat ibu-ibu lainnya hanya memiliki sedikit anak serta tidak merasa bersyukur saat mengetahui ada temannya yang mandul.
Seringkali juga, di saat kita sudah tahu apa yang bisa kita syukuri sekalipun, kita tetap tidak merasakan adanya sebuah kenikmatan atas berkah yang diterima di saat kita bersyukur (Maxwell, 2012). Seolah-olah ucapan syukur itu hampa bahkan di saat kita sudah mengucapkannya saat khusyuk berdoa. Untuk mencapai keadaan bersyukur sesungguhnya yang disebut affective emotion oleh Victoria Maxwell ini, kita harus tekun melatih diri kita agar bisa membentuk kebiasaan bersyukur dalam kehidupan sehari-hari.
“Terus gimana caranya dong untuk bersyukur?”
Kate F. Hays mengutarakan tiga cara untuk menumbuhkan kebiasaan bersyukur:
Terdengar cukup mudah untuk melakukannya yah, tapi di saat-saat tertentu hidup terasa begitu pelik. Di saat seperti ini, kita akan lebih sulit juga dalam menemukan hal yang kita pikir patut untuk kita syukuri. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa sebenarnya, kamu sendiri masih memiliki kemampuan untuk memilih tetap melihat hal negatif yang ada atau mulai mengeksplorasi lebih banyak ke luar maupun ke dalam dirimu agar dapat menemukan hal yang disyukuri. Hal-hal yang kita anggap remeh dan biasa kita lakukan pun bisa jadi pemicu rasa bersyukur kita jika kita mau memulainya.
Alasan kenapa kita harus tetap bersyukur kapanpun juga adalah karena dari rasa bersyukur ini banyak sekali manfaat yang kita dapatkan. Di dalam sebuah studi di Amerika Serikat, orang-orang yang terus menulis “gratitude journal” menunjukkan peningkatan yang lebih baik dalam mengejar tujuan hidup mereka, mempertajam perhatian, memperbesar antusiasme, dan memperbanyak energi dibandingkan orang-orang yang mengeluhkan hidup mereka (Emons dan McCullough, 2003). Dalam studi yang dilakukan oleh ilmuwan Cina, bersyukur juga secara langsung mengurangi efek depresi dalam hidup dan meningkatkan kualitas tidur sehingga mengurangi kadar kecemasan sehari-hari (Ng et al, 2012). Hans Selye yang membahas mengenai stres pertama kali sejak enam puluh tahun lalu pun mengatakan bahwa penawar terbaik untuk stres adalah bersyukur. Dengan menghargai apa yang ada, kita akan membungkus kembali pikiran kita, mengarahkan perhatian, perasaan dan perilaku kita menjadi lebih positif sehingga mampu untuk melawan stres yang menimpa kita. Jadi, justru di saat suram inilah, kita harus lebih banyak bersyukur agar cepat keluar dari tekanannya.
Terlepas dari masa-masa penuh tekanan, di dalam kehidupan sehari-hari pun kita harus tetap menjaga sikap bersyukur ini. Masih banyak efek positif dari sikap bersyukur ini yang dapat kita nikmati dalam keseharian kita. Karena bukan hanya sekedar diperintahkan dalam agama, tapi karena memang sudah terbukti secara ilmiah. Bukan juga hanya di saat akhir tahun ini saja, tapi juga agar diterapkan sepanjang tahun baru ini dan bahkan sepanjang umurmu. Karena hidup itu sendiri adalah sebuah anugerah yang harus disyukuri: di sanalah kebahagiaan akan menghangatkanmu dan penderitaan mengajarimu hingga akhir usiamu di dunia. Stay grateful and enjoy your life!
___
Benny Prawira, seorang mahasiswa psikologi angkatan 2011 dari Universitas Bunda Mulia. Please follow my Twitter @Ben_Evolence and add my FB account: Benny Prawira Siauw.