Habis Patriarki, Terbitlah Equality!

posted on 29/04/2013

“Masih zaman pemimpin harus laki-laki?”

Hai Sobat Guetau yang selalu mau tahu, sebagai generasi masa kini yang serba modern ini tentunya familiar dengan stereotip di atas. Kutipan pernyataan di atas mungkin terdengar wajar di era abad 19-an hingga 20-an, tapi kalau sekarang, di era globalisasi dan modern, sepertinya sudah tidak berlaku.

Ya, perempuan dan perannya memang selalu mengundang kontroversi, terutama di era yang menjunjung tinggi persamaan hak antara wanita dengan pria. Tuntutan ini akrab dengan istilah Kesetaraan Gender. Bicara soal gender dan peran sosial yang dimainkannya di Indonesia tidak terlepas dari budaya atau kultur yang kental akan budaya patriarki.

Patriarki di Indonesia

Budaya patriarki adalah budaya yang menjadikan kaum laki-laki sebagai pusat otoritas (kekuasaan), kedudukan lelaki yang lebih tinggi dari perempuan. Laki-laki sebagai pusat otoritas dalam mengambil keputusan yang di dalamnya terdapat kaum perempuan yang terlibat, seperti dalam keluarga maupun organisasi. Laki-laki identik sebagai ketua atau penanggung jawab. Pada zaman dahulu, hal ini memang dipegang teguh oleh semua orang dan mereka yakin bahwa pria memang bertanggung jawab penuh sebagai seorang pemimpin.

Besarnya porsi laki-laki dalam hal tanggung jawab membuat laki-laki memiliki pengaruh yang kuat dan mutlak. Di keluarga, misalnya, jika kepala keluarga sudah berkata A, maka seluruh anggota keluarga akan menyepakati A. Hal ini berlaku dalam hal pengambilan keputusan akan masalah yang terjadi di keluarga. Tradisi ini lah yang membuat peran perempuan tenggelam dan tidak berkembang. Perempuan cenderung pasrah dan nrimo (menerima) akan keputusan apa pun yang diambil, meski tidak jarang mengorbankan kepentingannya.

Kemampuan perempuan dalam hal berpikir kritis pun semakin tumpul. Ruang gerak perempuan terbatas hanya di ranah urusan rumah tangga. Tentu saja hal ini kelak membuat sekelompok perempuan jenuh dan memberontak.

Kesetaraan Gender

Diskriminasi terhadap perempuan adalah istilah yang layak digunakan untuk mendefinisikan dampak patriarki ini. Kesetaraan gender adalah istilah yang mewakili aspirasi yang disuarakan oleh sekelompok perempuan yang merasa terkekang akan tradisi dan budaya yang sudah kuat terbangun ini.

Kesetaraan gender didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku.  Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan.

Prinsip-prinsip Kesetaraan Gender

Tak tahu makanya tak tanggap. Demikianlah masalah gender saat ini, maka dari itu, yuk, simak prinsip-prinsip kesetaraan yang dikutip dari hasil Konvensi CEDAW. Konvensi ini merupakan konvensi internasional tentang hak asasi perempuan dengan tiga pendekatan: kesetaraan substantif, non-diskriminasi, dan kewajiban negara.

 

  1. Prinsip Kesetaraan Substantif

Prinsip ini mempertimbangkan dan memberikan fokus pada keragaman, perbedaan, ketidakberuntungan, dan diskriminasi. Pendekatan prinsip ini berusaha mengembangkan “perlakuan yang berbeda” terhadap perempuan dalam rangka mengejar ketertinggalan mereka akibat dari pembedaan masa lalu yang dialami dalam keluarga dan masyarakat.

      2. Prinsip Non-Diskriminasi

Prinsip ini menganut setiap langkah dan upaya yang tidak menyebabkan diskriminasi pada perempuan, seperti pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat berdasarkan jenis kelamin yang mempunyai dampak atau tujuan untuk menghalangi, mengurangi, menghapuskan pengakuan atau pelaksanaan HAM dan kebebasan pokok di berbagai bidang (politik, ekonomi, sosial budaya, sipil).

 3. Prinsip Kewajiban Negara

Prinsip ini meliputi hal-hal yang berikut :

  1. Menjamin hak perempuan melalui hukum, peraturan perundang-undangan dan kebijakan, serta menjamin hasilnya.

  2. Menjamin pelaksanaan praktis dari hak itu melalui langkah tindak atau aturan khusus sementara, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan kesempatan, dan akses perempuan pada peluang yang ada

  3. Negara tidak saja menjamin, tetapi juga merealisasi hak perempuan

  4. Tidak saja menjamin secara de-jure tetapi juga secara de-facto

  5. Negara tidak saja harus akuntabel (bertanggung jawab) dan mengaturnya di ranah publik, tetapi juga di ranah privat (keluarga) dan sektor swasta

Di Indonesia, kebijakan tentang Kesetaraan Gender masih berupa draft Rancangan Undang-undang (RUU). Perwujudannya menjadi UU masih mengundang kontroversi lintas bidang, terutama terkait agama. Nah, secara ringkas Parameter Kesetaraan Gender (PKG) yang tertuang dalam RUU Kesetaraan Gender mencakup:

  1. Terjaminnya keadilan gender di dalam berbagai kebijakan, baik yang tertuang dalam Peraturan Perundangan-undangan, program pembangunan, maupun dalam kebijakan teknis lainnya

  2. Menurunnya kesenjangan kesempatan antara perempuan dan laki-laki dalam pencapaian pembangunan, dan

  3. Menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.


Nah, singkat cerita kesetaraan gender mengacu pada kesetaraan dalam penilaian peran antara wanita dan pria. Hal ini bertujuan untuk mengatasi hambatan akibat stereotip dan prasangka, sehingga kedua gender tersebut mampu berkontribusi dengan setara (equal) dan bermanfaat bagi pengembangan ekonomi, sosial, budaya, dan politik di masyarakat, termasuk kesempatan yang sama untuk dicalonkan, mencalonkan, atau dipilih sebagai pemimpin. Ketika pria dan perempuan memiliki hubungan yang setara, kondisi ekonomi akan tumbuh dengan pesat dan korupsi pun menurun. Ketika perempuan sehat dan terdidik, keluarga, komunitas, dan bangsa pun akan mendapatkan manfaatnya.

Kalau RA Kartini populer dengan dengan bukunya ‘Habis Gelap, Terbitlah Terang’, GueTau juga punya slogan ‘Habis Patriarki, Terbitlah Kesetaraan’.

Perempuan jadi pemimpin? Kenapa nggak?

GueTau, Kalo Lo?

PS: Penasaran sama isu Kesetaraan Gender lebih lanjut ?

Saya merekomendasikan Sobat GueTau untuk membaca hasil Konvensi CEDAW dan Parameter Kesetaraan Gender dari Kementrian Hukum dan HAM tentang Prinsip-prinsip Kesetaraan Gender, Kebijakan, dan Penerapan Kesetaraan Gender.

 ___
Ditulis Oleh: Nikita Dewayani, Kontributor GueTau.com

related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *