Dari Shera, Untuk Kamu yang Pernah Mengalami Kekerasan dalam Pacaran

posted on 28/08/2016

“Sore setelah hujan, saya dan Shera bertemu di sebuah kedai kopi. Pertemuan yang memang direncanakan tersebut dimulai dengan cerita seputar pertanyaan basa-basi. Selanjutnya, kami bercakap tentang hal-hal yang begitu personal.”

Saya dan Shera sudah kenal cukup lama, tapi tidak pernah berbincang hal-hal personal. Saya ingin mengenalnya lebih dalam ketika melihat liputan BBC Indonesia pada momen Hari Antikekerasan Terhadap Perempuan. Kamu bisa lihat ceritanya di tautan ini.

Dalam artikel tersebut, Shera menanggapi komentar yang menjurus kepada kekerasan verbal tentangnya dalam sebuah status facebook dengan biasa saja. Komentar tak elok kerap ditemuinya ketika berbicara tentang kekerasan seksual yang pro-korban. Hal itu membuka matanya, dan mata kita semua, bahwa sudut pandang yang menyalahkan korban dalam sebuah kasus kekerasan seksual –pemerkosaan misalnya, masih bertahan di tengah masyarakat kita.

Melanjutkan pembicaraan kami sore itu, saya bertanya banyak hal. Salah satunya tentu mengenai bagaimana ia berdamai dengan masa lalunya sekaligus memberontak keluar dari trauma yang menghantuinya bertahun-tahun.

Menerima Masa Lalu

Awalnya bermula ketika Shera masih duduk di bangku SD. Ia menjadi seorang korban bully. Karena posturnya yang berisi, Shera menjadi bulan-bulanan teman sebaya dan seniornya. Ia diberi julukan tidak menyenangkan. Julukan ini tentu menjadi beban dan membuatnya tak percaya diri.

Ketidakpercayaan diri yang dialami Shera membuatnya berserah kepada pacarnya. Bullying yang ia alami berkontibusi terhadap pasrahnya Shera terhadap perlakuan pacarnya. Pertama kali berpacaran, Shera berpikir bahwa ia beruntung memiliki pacar, apalagi dengan bentuk tubuhnya yang ia anggap tidak ideal. Tak terpikirkan olehnya mengenai pacaran sehat. Dari sinilah semua bermula.

Shera mulai mengalami kekerasan dalam pacaran, khususnya dalam bentuk ekonomi. Karena takut kehilangan si pacar, ia sering dibebankan untuk membayar saat sedang pergi bersama, bahkan berbelanja.

Kekerasan yang dialami Shera berkembang menjadi kekerasan verbal dan fisik. Ia dikekang dan diancam pacarnya yang posesif. Semua berlanjut kepada sebuah tragedi pemukulan di dalam mobil. Alasannya? Komunikasi Shera dengan teman laki-lakinya melalui SMS. Klimaks dari kekerasan yang dialami Shera adalah perkosaan. Merasa Shera sudah di bawah kontrolnya, ia mulai memberanikan diri untuk memaksa Shera berhubungan seksual. Shera diperkosa. Berkali-kali.

Lengkap sudah kekerasan yang dialami Shera; verbal, fisik, psikologis, sampai finansial. Sayangnya, Shera tidak bisa bercerita ke siapa pun mengenai hal ini. Laki-laki yang ia anggap pacar terlihat begitu baik dan sempurna di hadapan orang lain. Ia terlihat normal, tidak terindikasi pelaku kekerasan. Bercerita pun belum tentu ada yang percaya.

Butuh waktu lama bagi Shera untuk menerima dirinya sendiri setelah semua yang terjadi. Bagaimana tidak, laki-laki itu berkeliaran bebas di luar dengan citra baiknya ketika Shera bahkan tidak tahu bagaimana masa depannya. Setelah bertahun-tahun dikuasai trauma, Shera memutuskan untuk menjadi kuat dan keluar dari masa lalunya. Keputusan ini dialaminya setelah berkenalan dengan feminisme.

Keluar dari Lingkar Kekerasan

Fase pemulihan Shera dimulai dari mengikuti sesi konseling. Shera datang ke Yayasan Pulih, sebuah lembaga yang menyediakan layanan konseling untuk korban kekerasan. Selama masa konseling Shera mencoba mengingat masa lalunya, mengalihkan rasa takut dan trauma masa lalu menjadi kekuatan, lalu berdamai dengan dirinya sendiri.

Pemulihan Shera juga didukung oleh orang-orang sekitar; keluarga dan kawan. Shera banyak bergaul dengan pegiat puisi. Di sini, ia bebas menuliskan masa lalunya dalam seni. Di sini pula ia menemukan ketertarikan dalam isu perempuan.

Tak Semua Orang Menginginkan Bantuan

Pembicaraan mengalir ke banyak hal, termasuk kegiatannya terkait kekerasan terhadap perempuan.

Ketika ia berhasil keluar dari trauma masa lalunya, Shera mulai membantu teman-teman yang memiliki masalah serupa. Tidak jarang, ia diminta membantu orang yang sama sekali tak dikenalnya.

Niat baik tak melulu dibarengi dengan respon yang diharapkan. Pada sebuah kesempatan, seseorang yang ia dampingi berhasil keluar dari jerat pacarnya yang terbukti melakukan kekerasan seksual dan finansial. Sementara, si perempuan tinggal di rumah kerabat dekatnya. Tanpa alasan yang jelas, perempuan ini tetiba menolak untuk kembali berkomunikasi. Setelah diselidiki, ia kembali ke pelukan pacarnya.

Akhirnya mudah ditebak, si pacar tidak berubah. Kekerasan bisa jadi terjadi kembali Shera tak tahu lagi kabarnya hingga saat ini. Ia tidak bisa memaksakan bantuan kepada seseorang tanpa persetujuannya.

Sahabat GueTau yang merasa memiliki pengalaman serupa bisa bercerita kepada orang terdekat yang dipercaya. Jika aksesnya memungkinkan, kalian bisa mendatangi layanan konseling seperti Shera. Kamu juga bisa bercerita ke GueTau untuk direkomendasikan kepada layanan terkait. Cerita ke GueTau melalui info@guetau.com atau justian@guetau.com. Berkenalan juga dengan Shera di instagramnya @shefemelle. Percayalah, kamu tidak sendirian 🙂

Oleh Justian Edwin

related post

Pacarmu Kasar? Jangan Takut, Lawan!

posted on 25/12/2015

Sumber “Tahun 2014, Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menerima sekitar 800 laporan mengenai kekerasan t

Pacar Curiga Tanpa Alasan? Waspadalah!

posted on 15/12/2015

Sumber “Pacar kamu mulai larang hang out bareng sahabat atau keluarga? Kamu perlu baca artikel ini sampai habis.” Pernah merasakan jatuh

Video: Perjalanan Halimah, sebuah Kisah tentang Remaja yang Mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan

posted on 20/02/2014

Hi Sahabat GueTau,   Nah kali ini GueTau mau berbagi video yang menyentuh kehidupan sehari-hari remaja di Indonesia nih. Cerita tentang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *