Suara Perempuan di Media (?)

posted on 10/12/2012

Kita semua bisa jadi telah amat bosan mendengar, membaca, atau menyaksikan barisan kata yang menyebutkan bahwa: “jaman kini telah berubah”. Salah satunya akibat media menjadi serba digital, virtual, dan seolah tersaji dalam genggaman tangan. Namun, apakah perubahan juga dialami oleh perempuan yang juga ingin menyuarakan perubahan di media?

Infografik di bawah pernah terpampang jelas di situs http://informationisbeautiful.net, menggambarkan betapa baik laki-laki maupun perempuan sudah teramat sangat go-digital. Hal ini diukur dari banyak macam dan seringnya laki-laki dan perempuan berada di media berbasis internet, atau yang paling popular adalah social media.

Bertebarannya perempuan di media sosial, seperti yang tertera di grafik, serta angka peningkatan pengguna perempuan bulan demi bulan yang ternyata sangat melonjak hebat, sepertinya bisa dipahami sebagai salah satu fakta bahwa ruang publik memang tidak dikuasai oleh laki-laki saja. Ditambah dengan terteranya beberapa media sosial yang memiliki jumlah pengguna yang ‘setara’ alias seimbang antara laki-laki dan perempuan.

Tapi, persoalan belum selesai sampai disini. Permasalahan tidak selesai hanya karena jumlah pengguna lelaki dan perempuan setara. Karena ternyata…



The 4th Estatesebuah lembaga penelitian media yang fokus mengumpulkan sample berbagai media dan mengkajinya lewat berbagai jenis basis laporan: ekonomi, pasar, pembangunan, kemasyarakatan, dan gender menyoroti hal penting melalui infografik di atas.

The 4th Estate meneliti dan menemukan ternyata, di jaman yang katanya sudah banyak berubah akibat media, masih banyak menunjukkan ketidaksetaraan. Bahkan, di media yang awalnya sempat dicap sebagai salah satu ranah paling setara bagi perempuan, menunjukkan siapa dan bagaimana dirinya, seperti halnya manusia lain pada umumnya.

Dari inforgrafik tersebut, bisa kita perhatikan betapa ‘langka’nya dan betapa ‘tidak eksis’nya perempuan di media-media terkemuka yang jumlah pembaca hariannya tidak terhingga. Betapa sedikitnya pernyataan perempuan yang dikutip dibanding dengan pernyataan laki-laki yang dimuat dalam tinta tebal.

Sebegitu tidak menariknyakah pernyataan perempuan di publik sehingga tidak banyak media yang memberitakan perempuan sebagaimana media memberitakan laki-laki? Atau apakah ini karena faktor ‘langka’-nya perempuan yang bisa bicara di ruang publik? Bagaimana media mau mengutip pernyataannya kalau bicara saja jarang?

Lalu, kenapa ini tidak sebanding dengan jumlah media yang memberitakan perempuan dengan cara yang merendahkan, mengeksploitasi tubuhnya tanpa kesepakatan terlebih dahulu, menceritakan sosoknya dari perspektif yang patriarkis, dan memposisikan perempuan sebagai objek untuk diberitakan?

Mari berpikir ulang, mengkaji ulang, dan yang paling penting, mengkonstruksi ulang arti dari ‘dunia ada di genggaman’, ‘media ada di depan mata setiap saat’, dan lain sebagainya. Karena kenyataannya, masih banyak perempuan yang tidak ‘muncul’ di media untuk menceritakan perjuangannya, prestasinya, kehidupannya sebagai manusia. Jadi, pernyataan “media membuat segala sesuatu menjadi lebih mudah seolah ada di genggaman” sepertinya terdengar semu.

___

Nisrina Nadhifah Rahman

Project Officer Guetau.com

related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *