Tegas untuk Bebas! Siap?

posted on 18/03/2013

Sahabat GueTau, mari kita menggali lebih dalam beberapa kasus ini. Anak-anak korban pelecehan seksual seringkali berdiam diri karena mereka menurut secara absolut kepada pemerkosa mereka yang lebih dewasa. Banyak pula ibu rumah tangga yang menyerah begitu mudah kepada suaminya yang menyiksa dirinya karena diharuskan menurut dipimpin oleh lelaki. Di tempat kerja, para anak buah dari boss bertangan besi pun bisa melakukan perbuatan-perbuatan tidak etis terhadap orang yang tak disukai si boss karena takut. Di sekolah, kita temui banyak kasus adik kelas yang tidak melawan kakak kelas yang melakukan bullying atas nama senioritas kepada mereka.

Apa persamaan dari semua kejadian ini?

Kebanyakan di antara Sahabat GueTau, pastinya seringkali diajarkan untuk menghindari mengatakan tidak kepada beberapa sosok yang lebih tua; entah itu guru, orang tua, bos, saudara sekandung, ataupun anggota keluarga lainnya. Ada beberapa tekanan untuk mengikuti perkataan mereka selain masalah otoritas dan senioritas. Sayangnya, seringkali ketegasan yang hendak kita utarakan dianggap sebagai sumber masalah apabila berhadapan dengan pihak yang dianggap lebih berkuasa. Ini semua bisa tercipta dari kombinasi budaya, konstruksi sosial, agama, ataupun tekanan institusi untuk melakukan konformitas.

Seringkali dalam banyak situasi, kita terjebak tak bisa bicarakan apa yang hendak kita bicarakan, sehingga tidak jadi membicarakannya. Entah karena takut orang lain tersinggung atau takut dianggap sensian atau takut membuat konflik. Tekanan ini disebabkan karena takut menolak, menghindari konfrontasi, ataupun rasa tidak enak melukai perasaan orang lain.

Padahal, sangatlah penting untuk mengatakan “tidak” di saat apa yang diucapkan, diperintahkan, ataupun dinyatakan itu tidak sesuai dengan nilai dan keyakinan yang kita anut. Terlepas berapapun umur yang mengucapkannya atau siapapun yang mengatakannya. Bagaimanapun juga, kita tetap harus melindungi hak kita sebagaimana seorang manusia.

Tanpa kita sadari, jika kita tak bicara untuk diri kita, maka sikap kita justru mengizinkan orang lain untuk semakin tidak mempedulikan perasaan dan hak kita atau lebih parah lagi, hal ini justru semakin memancing orang untuk menindas kita. Akhirnya, malah kebiasaan ini bisa mengikis rasa hormat kepada dirimu sendiri dan kamu akan merasa sangat tak berdaya, di luar kendali, dan bisa mudah membenci dirimu sendiri ataupun orang lain.

Ketidaktegasan karena memendam apa yang selama ini kamu rasakan dan hendak bicarakan bisa berubah menjadi agresivitas di saat tak terduga. Pastinya Sahabat GueTau pernah kan lihat orang sabar yang marah dengan mengerikan karena sudah terlalu lama memendam semua kesalnya? Nah, di saat menjadi agresif inilah, kamu bisa saja melanggar atau tidak mempedulikan hak orang lain ataupun mempedulikan perasaan mereka. Ketika kamu sadar bahwa kamu marah sebesar itu, semeledak itu, padahal biasanya kamu berusaha untuk sabar dan menghindari masalah, akhirnya kamu akan merasa sangat bersalah setelah marah-marah. Apalagi jika dengan sikap agresif ini akhirnya kamu malah kehilangan hal yang kamu butuhkan dalam hidupmu.

Manusia pada dasarnya bisa bersikap permisif ataupun agresif dalam menanggapi sikap orang lain. Kedua sikap ini cenderung berakhir buruk. Terlalu permisif, maka kamu akan dengan mudah berada di bawah ketiak orang lain, terlalu agresif, maka tidak akan ada orang yang mau berinteraksi dengan dirimu. Satu-satunya pilihan terbaik adalah dengan menjadi tegas. Tegas ini adalah “cara yang jujur, terbuka, langsung dan pantas untuk membela hakmu dengan tetap menghargai hak orang lain.” Ketegasan adalah jalan tengah antara permisif dan agresif.
Ketegasan yang sejati, tidak hanya memikirkan mengenai dirimu yang terluka, tertindas ataupun sedang menjadi objek dari orang lain. Kamu juga harus bisa mempertimbangkan situasi dan hak orang lain namun pada saat bersamaan, kamu tetap mengutamakan tujuanmu. Mengembangkan kedua alur pikiran yang tampak bertentangan ini di saat yang sama membutuhkan kemampuan yang sangat rumit. Inilah kenapa membiasakan ketegasan kepada orang-orang yang tidak terbiasa tegas bisa membutuhkan waktu yang lama.

Orang-orang yang tidak tegas biasanya hanya mengalir dalam satu alur pikiran: terlalu empatis, terlalu manis, terlalu baik hati, dan terlalu nrimo, terlalu menghindari konflik. Mereka tak terbiasa melihat dalam alur pikiran lain yang bisa menunjukkan bahwa dirinya seharusnya bisa bicara untuk menjadi bebas dan meraih apa yang diinginkan dengan sebuah harga yang (mungkin saja tidak) harus dibayar.

Lalu gimana nih caranya untuk jadi tegas?

Menjadi tegas tentunya berbeda dengan menjadi keras (agresif) seperti yang sudah dibahas di atas. Perhatikan nada bicara, mimik, dan gesture-mu agar tetap terlihat tenang dan tidak meledak. Kalimat untuk menunjukkan ketegasanmu biasanya harus memperlihatkan perasaan, keinginan, dan pemikiranmu dengan jelas terhadap keadaanmu. Kalimat ketegasanmu juga harus disesuaikan dengan situasi yang kamu hadapi.

Ada beberapa kalimat yang langsung mengakhiri pembicaraan. Biasanyan kalimat-kalimat ini diawali dengan kata-kata,”Terima kasih, tapi…”. Ini adalah cara menunjukkan ketegasan paling efektif dan masih tetap terlihat menghargai perasaan orang lain.

Beberapa di antaranya adalah:

  1. “Terima kasih, tapi saya tidak bisa membuat keputusan itu saat ini.”
  2. “Terima kasih, tapi saya butuh waktu untuk diriku sendiri sekarang.”
  3. “Terima kasih, tapi tidak bisa menjadikannya prioritas.”
  4. “Terima kasih sudah mengundang saya, tapi tampaknya saya tidak bisa hadir nanti.”
  5. “Terima kasih telah berbagi dengan saya, tapi saya juga ingin mendengar dari orang lain.”
  6. Atau sekedar ucapan klasik seperti,“Thanks but no

Beberapa pernyataan lainnya adalah:

  1. “Saya akan memikirkannya kembali, nanti saya akan berikan keputusannya.”
  2. “Saya tidak tahu, boleh saya berpikir sesaat mengenai hal ini?”
  3. “Ini sangat penting dan aku tak bisa membuat keputusan sekarang. Bisa kita buat perjanjian di lain waktu?”
  4. “Saya akan pertimbangkan itu nanti.”

Tentunya untuk menunjukkan perasaan anda saat itu, anda bisa mengucapkann:

  1. “Saya kurang bisa menghargai…”
  2. “Saya tidak setuju denganmu, saya melihatnya dengan cara berbeda.”
  3. “Saya akan sangat senang sekali jika anda menghargai sudut pandang saya.”
  4. “Saya merasa tersinggung dengan ucapan anda.”
  5. “Saya tidak nyaman dengan hal itu.”
  6. “Saya kurang bisa menerima ketika kamu melakukan… Tolong berhenti sekarang.”
  7. “Saya tidak suka jika kamu…. Saya akan lebih suka jika….”

Mungkin kamu tidak akan dengan mudah mengeluarkan kata-kata ini jika kamu sudah terbiasa tidak tegas, terbiasa berpikir dengan penuh kecemasan bahwa hubunganmu akan terganggu, tapi pertimbangkanlah rasa lega dan bebas yang kamu dapatkan jika kamu bisa tegas. Tapi jangan sampai kamu juga jadi kebablasan dari batas ketegasan itu sendiri. Meski yah, terkadang kamu memang butuh untuk menjadi agresif agar bisa melindungi hidup kamu atau bahkan menjadi tidak tegas dengan motivasi yang bijak. Tapi jika kamu menginginkan hubungan yang lebih terbuka, jujur, dan terutama bebas menjadi dirimu sendiri yang bisa terus mengaktualisasi diri, maka tunjukkanlah ketegasan sebanyak mungkin di saat kamu membutuhkannya.

Any change, any loss, does not make us victims. Others can shake you, surprise you, disappoint you, but they can’t prevent you from acting, from taking the situation you’re presented with and moving on. No matter where you are in life, no matter what your situation, you can always do something. You always have a choice and the choice can be power.” Blaine Lee

___

Ditulis oleh Benny Prawira, Kontributor GueTau.com

related post

3 thoughts on “Tegas untuk Bebas! Siap?

  1. tegas memang penting, tapi tidak mudah..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *