Memar di Tubuh Rosi

posted on 15/03/2016

    “Ami Paham Betul.”

Betahun-tahun berteman, Ami sudah paham kebiasaan baru Rosi untuk mendadak membatalkan janji atau menghilang tanpa kabar. Bukannya kesal, Ami justru sedih. Ia mengerti betul semua alasan Rosi bermuara pada satu orang: Fajar.

Awalnya cerita mereka bahagia, Rosi bertemu Fajar setelah putus dengan mantannya yang kasar dan suka menyiksa. Rosi bercerita betapa baik dan sabarnya Fajar, betapa berbedanya ia dengan mantan Rosi sebelumnya. Namun tiba-tiba Rosi menghilang selama berminggu-minggu, semenjak itu ceritanya mulai berubah.

Dari Fajar yang penyabar menjadi Fajar yang suka melarang, ponsel Rosi ditahan, memaksa untuk tahu semua password media sosial Rosi, dan kemanapun ia pergi Fajar harus ikut. Alasannya? Cinta.

Perlakuan Fajar semakin memburuk, bukan hal yang baru lagi untuk Ami melihat memar-memar di lengan dan paha Rosi atau mendapat pesan WhatsApp di tengah malam dari Rosi yang menangis meminta tolong. Setiap kali mereka bertemu, percakapan pun tak pernah jauh dari Fajar – dari Rosi yang bercerita betapa sayangnya ia kepada pacarnya itu hingga berusaha membuat semua kekerasan yang ia terima menjadi masuk akal, Ami yang memohon Rosi untuk putus, hingga mereka berdua sadar bahwa Rosi terlalu takut untuk meninggalkan Fajar.

Cerita Rosi di atas mungkin bukan pertama kalinya kalian dengar atau bahkan alami sendiri, menurut data WHO tahun 2014, sedikitnya satu dari tiga perempuan di Asia Tenggara pernah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pasangan mereka baik secara mental dan emosional (mengancam, melarang, mengkritik, menghilangkan privasi, atau lainnya), fisik (memukul, menampar, melukai dengan sengaja dan lainnya), atau seksual (memaksa berhubungan seks atau menggunakan seks sebagai ancaman).

Sayangnya, UN Women juga menunjukkan bahwa dari seluruh korban kekerasan dalam berpacaran yang ada hanya kurang dari 40 persen yang mencari pertolongan kepada keluarga dan teman dan jauh lebih sedikit lagi yang mencari pertolongan kepada institusi berwenang seperti kepolisian atau klinik kesehatan.

Meskipun sebagian besar korban kekerasan dalam berpacaran adalah perempuan yang terlibat hubungan heteroseksual, laki-laki dan mereka yang berada dalam hubungan homoseksual pun sangat mungkin mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pasangan masing-masing. Hanya saja, tragedi kekerasan dalam berpacaran ini berkaitan erat dengan konsep maskulinitas yang terpahat dalam di masyarakat kita sehingga mempersulit kaum adam untuk bersuara dan meminta pertolongan, “Mau dikata apa gue nanti kalo dipukul cewek, emangnya gue banci?”

Akibat dari kekerasan yang dilakukan oleh pasangan pun tidak hanya sebatas memar-memar fisik tetapi juga bersifat psikologis seperti yang dialami oleh Rosi, ia kehilangan kepercayaan dirinya dan merasa tidak mampu meninggalkan Fajar. Pada umumnya, korban kekerasan juga menjadi dua kali lebih retan terhadap depresi dan ketergantungan. Hal ini tentunya sangat menyedihkan, pacar yang seharusnya membantu meningkatkan kualitas hidup dan membahagiakan justru menjadi alasan hidup kita terancam bahaya.

Karenanya penting untuk kita bersama-sama tahu dan pahami apa saja sih tanda-tanda yang ada ketika sebuah hubungan tidak sehat lagi? Pertama, ketika pacar mulai melarang kamu untuk bertemu dengan teman-temanmu atau pergi keluar tanpa seizinnya dan juga tidak menghargai privasimu. Ini menandakan kecemburuan dan sikap posesif yang berlebih. Kedua, ketika pacarmu bersikap kasar dan merendahkan ketika marah. Ia mungkin saja emosi, tetapi emosi bukanlah alasan untuk menyakiti orang lain terlebih lagi pacarnya sendiri. Ketiga, kamu merasa tertekan, takut, atau dikontrol oleh pasangan.

Hubungan yang sehat adalah hubungan yang berlandaskan rasa saling menghormati, saling jujur, dan percaya bukan rasa takut atau ketergantungan. Selain itu, jangan pernah merasa ragu atau malu untuk meminta pertolongan kepada teman dan keluarga jika kamu terlibat dalam hubungan yang tidak sehat karena sesungguhnya, kamu tidak sendiri.

Punya cerita yang sama? Jangan sungkan untuk cerita ke justian@guetau.com.

Oleh Diba Safitri. Kenal lebih dekat dengan Diba melalui blog pribadinya, klik link ini.

*Ilustrasi diangkat dari cerita nyata, dengan nama yang disamarkan.

related post

Sedih, Lagi-Lagi Rentetan Kasus Bullying Terjadi di Indonesia

posted on 19/07/2017

Kapan ya kasus bullying ini akan berakhir? Kasus bullying atau perundungan kembali terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil rekapan, dua kasu

Mau Tahu Apa Itu Pacaran Sehat? Cek 5 Hal Ini!

posted on 19/03/2016

“Pacaran itu saling mengasihi, bukan siapa milik siapa” Sahabat GueTau pasti sudah tahu ya kalau kebanyakan dari kita pacaran ka

Pacarmu Kasar? Jangan Takut, Lawan!

posted on 25/12/2015

Sumber “Tahun 2014, Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menerima sekitar 800 laporan mengenai kekerasan t

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *